Reformasi di Bidang Politik Untuk Mewujudkan Keadilan di Bidang Politik
Reformasi dalam kancah politik Indonesia yang
dimulai sejak tahun 1998 telah menghasilkan banyak perubahan penting dalam
bidang politik di Indonesia. Diantaranya adalah MPR yang saat ini telah
dikurangi tugas dan kewenangannya, pengurangan masa jabatan presiden dan wakil
presiden menjadi 2 kali masa bakti dengan masing-masing masa bakti selama 5
tahun, dibentuknya Mahkama Konstitusi, dan pembentukan DPD sebagai penyeimbang
DPR.
Sejak tanggal 13 Mei 1998 rakyat Indonesia ingin agar presiden
Soeharto mengundurkan diri dari jabatan kepresidenannya itu. Sementara tanggal
14 Mei 1998 terjadi kerusuhan di Jakarta dan Surakarta. Tanggal 15 Mei 1998
presiden Soeharto pulang dari Mesir setelah mengikutin KTT G-15 di kairo. Pada tanggal
18 Mei para mahasiswa mendatangi gedung MPR/DPR ketika ketua DPR/MPR memberikan
pernyataan pengunduran diri presiden. Kejadian ini mempengaruhi nilai mata uang
rupiah yang merosot hingga Rp. 15.000 per dolar. Dari kejadian yang berlangsung
maka pada tanggal 21 Mei 1998presiden Soeharto menyerahkan jabatannya kepada
B.J Habibie yang membuka peluang sukses kepemimpinan nasional kepada B.J Habibie.
Hal ini berkaitan dengan tujuan dari reformasi yaitu demi terciptanya kehidupan
dalam bidang politik, ekonomi, hokum, dan social yang lebih baik dalam masa
sebelumnya.
Tujuan Reformasi
- Reformasi politik pertujuan tercapainya demokratisasi.
- Reformasi ekonomi bertujuan meningkatkan tercapainya masyarakat.
- Reformasi hukum bertujuan tercapainya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
- Reformasi sosial bertujuan terwujudkan integrasi bangsa Indonesia
- Adanya KKN (Korupsi,Kolusi,Nepotisme) dalam kehidupan pemerintahan.
- Adanya rasa tidak percaya kepada pemerintah orde baru yang penuh dengan nepotisme dan kronisme serta merajalelanya korupsi.
- Kekuadaan orde baru di bawah Soeharto otoriter tertutup.
- Adanya keinginan demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
- Mahasiswa menginginkan perubahan.
- UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum.
- UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas, dan Wewenang DPR/MPR.
- UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
- UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum.
- UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Massa.
Hambatan pelaksanaan
reformasi politik
- Hambatan kultural : mengingat pergantian kepemimpinan nasional dari Soeharto ke B.J. Habibie tidak diiringi pergantian rezim yang berarti sebagian besar anggota kabinet, gubernur, birokrasi sipil, komposisi anggota DPR/MPR masih peninggalan rezim Orba.
- Hambatan legitimasi : pemerintah B.J. Habibie karena belum merupakan hasil pemilu.
- Hambatan struktural : berkaitan dengan krisis ekonomi yang berlarut-larut yang berdampak bertambah banyak rakyat yang hidup dalam kemiskinan.
- Munculnya berbagai tuntutan otonomi daerah, yang jika tidak ditangani secara baik akan menimbulkan disintegrasi bangsa.
- Adanya kesan kurang kuat dalam menegakkan hukum terhadap praktik penyimpangan politik-ekonomi rezim lama seperti praktik KKN.
- Terkotak-kotaknya elite politik, maka dibutuhkan kesadaran untuk bersama-sama menciptakan kondisi politik yang mantap agar transformasi politik berjalan lancar.
Sumber
: